Kisah Miris Setelah Kebun Karetnya Digusur Paksa PT AMR, Kini Terancam Dikriminalisasi, M. Syafik Tidak Bisa Dipidana Berdasarkan Putusan MK No. 138 / PUU โ€“ XIII / 2015

Kisah Miris Setelah Kebun Karetnya Digusur Paksa PT AMR, Kini Terancam Dikriminalisasi, M. Syafik Tidak Bisa Dipidana Berdasarkan Putusan MK No. 138 / PUU โ€“ XIII / 2015

Smallest Font
Largest Font

Muara Rupit - beritakita.id - Muhammad Syafik, 42 tahun, warga Desa Rantau Kadam Kec. Karang Dapo Kab. Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan saat ini terpaksa harus menghadapi permasalahan hukum dugaan tindak pidana Pencurian ringan Pasal 364 KUHP, sesuai yang tercantum dalam Surat Panggilan No.Pol. : Sp.Gil / 100 / V /2024 / Reskrim dari Kepolisian Resor Musi Rawas Utara, berdasarkan adanya Laporan Polisi Nomor : LP / B- 73 / V / 2024 / Sumsel / Res. MURATARA, tanggal 06 Mei 2024. 

Padahal secara aturan hukum, M. Syafik selaku anggota kesatuan masyarakat hukum adat yang tinggal disekitar areal Perkebunan dan memiliki tanah kebun Karet yang telah digusur paksa oleh PT Agro Muara Rupit (PT AMR) itu TIDAK BISA DIPIDANA karena laporan tuduhan telah melakukan perbuatan mencuri atau mengambil buah Sawit hasil Perkebunan.   

Sebab sesuai Pasal 63 ayat (2) KUHP yang menyatakan, “Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.”, maka Aturan Pidana yang Umum Pasal 364 KUHP tidak bisa diterapkan kepada M. Syafik selaku anggota kesatuan masyarakat adat yang dituduh mencuri atau mengambil buah Sawit. Tetapi harus diterapkan Aturan Pidana yang Khusus yaitu Aturan Pidana Pasal 55 huruf d dan Pasal 107 huruf d UU Perkebunan, karena benda yang dituduhkan dicuri atau diambil adalah buah Sawit hasil Perkebunan. 

Sehingga karena M. Syafik harus diterapkan Aturan Pidana yang Khusus Pasal 55 huruf d dan Pasal 107 huruf d UU Perkebunan, maka M. Syafik TIDAK BISA DIPIDANA berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138 / PUU – XIII / 2015, bertanggal 24 Agustus 2016, yang Amar Putusannya antara lain diputuskan, “Pasal 55 dan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat sepanjang frasa “setiap orang secara tidak sah” dalam ketentuan dimaksud tidak dimaknai tidak termasuk anggota kesatuan masyarakat hukum adat”.

Bunyi Aturan Pidana Pasal 55 dan Pasal 107 UU Perkebunan itu adalah :

 Pasal 55 :

“Setiap Orang secara tidak sah dilarang:

a. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan;

b. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan;

c. melakukan penebangan tanaman dalam kawasan Perkebunan; atau

d. memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan.

 Pasal 107 :

 “Setiap Orang secara tidak sah yang:

a. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan;

b. mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan;

c. melakukan penebangan tanaman dalam kawasan Perkebunan; atau

d. memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan;

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah)” Demikian papar B. E. Kusuma Ketua Umum Lembaga Monitoring Hukum Dan Keuangan Negara (LMHKN) di depan gedung Kementerian Hukum dan HAM Jakarta (17/5/2024), ketika dimintai tanggapan tentang kisah miris M. Syafik, korban penggusuran paksa PT AMR yang berujung terancam dikriminalisasi.    

Kisah sangat miris M. Syafik ini berawal dari peristiwa penggusuran paksa tanah kebun Karetnya seluas 8,34 hektar oleh perusahaan perkebunan Sawit PT Agro Muara Rupit (PT AMR) tanpa ganti kerugian. 

Kronologi Mengenaskan

M. Syafik memiliki satu hamparan tanah kebun Karet seluas 22,79 Ha peninggalan dari orangtuanya bernama Abu Sali bin H. Abu, yang terletak di Sungai Tingkip Desa Remban, Kel/Desa : Remban, Kec. Rawas Ulu, Kab. Musi Rawas Utara. Tanah kebun Karet seluas 22,79 Ha tersebut telah dikuasai fisik tanahnya oleh orang tua M. Syafik secara turun temurun, terus menerus, selama berpuluh tahun, secara terbuka, tidak pernah diperjual belikan kepada siapapun, tanpa ada sengketa apapun, dan menjadi ladang mata pencaharian untuk bisa mempertahankan kelangsungan hidup seluruh keluarganya. 

Pada tahun 2013, PT AMR datang untuk mulai menyelenggarakan usaha Perkebunan Sawit, berdasarkan surat Keputusan Bupati Musi Rawas Utara Nomor : 224/KPTS/BPM-PTP/2013 Tentang Izin Lokasi seluas 4.811 ha bertanggal 18 Maret 2013, surat Keputusan Bupati Musi Rawas Utara Nomor : 622/KPTS/ BPM.PTP/2013 Tentang Izin Lokasi seluas 7.498,38 ha, dan surat Izin Usaha Perkebunan (Plantation Operational lisence) Nomor 443/KPTS/ DISBUN/2013, tanggal 21 Mei 2013. 

Total areal Izin Lokasi PT AMR seluas 12.309, 38 Ha tersebut, hampir keseluruhannya merupakan areal tanah kebun Karet milik masyarakat Kab. Musi Rawas Utara yang sudah secara turun temurun, terus menerus, secara terbuka, selama berpuluh tahun, dijadikan ladang mata pencaharian untuk mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat disana. Dan hamparan tanah kebun Karet seluas 22,79 Ha milik M. Syafikpun masuk dalam areal Izin Lokasi PT AMR. Padahal Pasal 17 dan Pasal 103 UU Perkebunan, mengamanatkan:

Pasal 17 :

“(1) Pejabat yang berwenang dilarang menerbitkan Perizinan Berusaha Perkebunan di atas Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

 (2) Ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal telah dicapai persetujuan antara Masyarakat Hukum Adat dan Pelaku Usaha Perkebunan mengenai penyerahan Tanah dan imbalannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1).”

Pasal 103 :

“Setiap pejabat yang menerbitkan Perizinan Berusaha terkait Perkebunan di atas Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00”.

Pada tahun 2015, dari seluas 22,79 Ha tanah kebun Karet milik M. Syafik itu, seluas 5,74 Ha telah diganti kerugian oleh PT AMR, sehingga tanah kebun Karet milik M. Syafik bersisa seluas 17,05 Ha. Kemudian di tahun 2018 PT AMR membujuk M. Syafik lagi untuk menyerahkan tanah kebun Karetnya seluas 8,65 Ha, dengan nilai ganti kerugian Rp 100 juta / Hektar. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya M. Syafik menyetujui, tetapi dari total nilai ganti kerugian sebesar Rp 865 juta, pada saat itu M. Syafik hanya diberikan Rp 700 juta, sehingga PT AMR masih kekurangan bayar sebesar Rp 165 juta. Dan tanah kebun Karet milik M. Syafik tinggal bersisa seluas 8,40 Ha.

   

Pada tahun 2019, mendadak M. Syafik mendapat kabar kalau PT AMR telah menggusur tidak hanya terhadap tanah seluas 8,65 Ha yang masih kurang bayar Rp 165 juta itu, tetapi menggusur paksa juga terhadap sisa tanah kebun Karet seluas 8,40 Ha yang belum ada pembicaraan kesepakatan dan pemberian ganti kerugian apapun.            

M. Syafik lalu mengajukan penerbitan alat bukti tertulis awal mengenai kepemilikan tanah dari konversi hak-hak lama berupa Surat Pengakuan Hak (SPH) kepada Pemerintah Desa Remban, Kec. Rawas Ulu Kab. Musi Rawas Utara, dan terbitlah Surat Pengakuan Hak (SPH) Nomor : 593.21/007/Rbn/2020 seluas 8,65 Ha atas nama Muhammad Syafik, dan Surat Pengakuan Hak (SPH) Nomor : 593.21/008/Rbn/2020 seluas 8,14 Ha atas nama Muhammad Syafik.

Pada 27 April 2020, M. Syafik lalu melakukan upaya hukum untuk mempertahankan hak milik tanah kebun Karetnya yang telah digusur kuasai untuk dijadikan lahan Usaha Perkebunan Sawit secara tanpa hak/Izin oleh pihak PT Agro Muara Rupit tersebut, melalui cara mengajukan gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) kepada Pengadilan Negeri Lubuklinggau. 

Berdasarkan fakta-fakta hasil Sidang Lapangan, keterangan saksi-saksi di Persidangan, dan adanya 3 (tiga) Surat Pengakuan Hak (SPH) yang diajukan sebagai alat bukti tertulis awal mengenai kepemilikan tanah dari konversi hak-hak lama, maka Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lubuklinggau menjatuhkan Putusan melalui Putusan Nomor 22/Pdt.G/2020/PN Llg, yang Amar Putusannya antara lain memutuskan, “Menyatakan Hukum Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, Menyatakan Hukum sebidang tanah seluas 83.400m2 (8,34 hektar) yang terletak Desa Remban Kec. Rawas Ulu Kab. Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan adalah sah milik Penggugat, Menghukum Tergugat untuk membayar sisa pembayaran atas tanah penggugat yang dibeli oleh Tergugat tersebut sebesar Rp 165,000.000,00.”

PT AMR lalu mengajukan Banding, dan melalui Putusan Nomor 14/PDT/2021/PT PLG Majelis Hakim Banding memutuskan dengan 2 amar putusan, yaitu “Menerima permohonan banding dari Pembanding, Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Linggau Nomor 22/Pdt.G/ 2020/PN Llg tanggal 17 Desember 2020 yang dimohonkan banding tersebut.”. 

Sedangkan Amar Putusan dalam “Mengadili Sendiri” diputuskan, “Menolak Eksepsi dari Tergugat, Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.” Kemudian M. Syafik mengajukan Kasasi, namun Hakim Kasasi Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi M. Syafik melalui Putusan Nomor : 881 K/Pdt/2022 yang Amar Putusannya memutuskan 2 amar saja, yaitu, “Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Muhammad Syafik, Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi.”.

Beberapa hari setelah Putusan Kasasi turun, PT AMR lalu memasang Plang Pengumuman berbunyi : PT AGRO MUARA RUPIT WEST - LOKASI INI : BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR PUTUSAN 881 K/Pdt//2022 BAHWA LAHAN INI SAH DAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP MILIK PT. AGRO MUARA RUPIT WEST ESTATE

Tulisan pada Plang pengumuman yang patut dinilai bersifat PEMBODOHAN HUKUM itu, diduga karena terdorong kuat oleh adanya niat jahat (mens rea) PT AMR untuk tetap mempertahankan tanah hak milik M. Syafik seluas 8,34 hektar yang telah berhasil dikuasainya melalui cara penggusuran paksa untuk dijadikan Lahan Usaha Perkebunannya, tanpa memberi imbalan atau pengganti kerugian dalam bentuk apapun kepada M. Syafik.

Sebab dalam Putusan Banding, terlebih lagi Putusan Kasasi, tidak ada satupun amar putusan Pengadilan yang amarnya bermakna menimbulkan akibat hukum terbitnya peralihan hak atas objek gugatan, dari semula hak milik M. Syafik, beralih menjadi hak milik PT AMR, karena secara defacto PT AMR TIDAK MEMILIKI WARKAH atau surat tanah jenis apapun yang sah secara hukum untuk dijadikan sebagai dasar untuk memiliki/menguasai tanah kebun Karet milik M. Syafik itu.

Pada bulan Juni 2022 M. Syafik lalu mengajukan permohonan Pendaftaran Hak Atas Tanah untuk pertama kalinya seluas 8,34 Ha kepada Kantor Pertanahan Kab. Musi Rawas Utara, dengan alas hak yang diajukan Surat Pengakuan Hak (SPH) Nomor : 593.21/008/Rbn/2020 seluas 8,14 Ha, dan Surat Pengakuan Hak (SPH) bertanggal 5 November 2015 seluas 0,20 Ha.

Namun karena batas maksimal kepemilikan tanah pertanian untuk perorangan menurut Pegawai Pendaftaran Tanah hanya 5 Hektar saja, maka kemudian M. Syafik mengajukan pemecahan Surat Pengakuan Hak (SPH) Nomor : 593.21/008/Rbn/2020 seluas 8,14 Ha untuk dijadikan 2 SPH kepada Pemerintah Desa Remban, dan terbitlah SPH Nomor : 593.21/027/Rbn/2022 seluas 5 hektar dan SPH Nomor : 593.21/028/Rbn/2022 seluas 2,91 hektar.

   

Alas hak SPH Nomor : 593.21/027/Rbn/2022 seluas 5 hektar kemudian diproses oleh Kantor Pertanahan Kab. Musi Rawas Utara untuk dijadikan Sertifikat dan seluruh biaya syarat penerbitan Sertifikatnya telah dibayar lunas oleh M. Syafik diantaranya Surat Perintah Setor (SPS) biaya Pelayanan Pengukuran Dan Pemetaan Bidang Tanah sebesar Rp 6.100.000,00, Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) seluas 5 Ha sebesar Rp 6.125.000,00, serta Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) tanah seluas 5 Ha dan seluas 2,91 ha. 

Namun dari sejak permohonan Pendaftaran Tanah diajukan pada bulan Juni 2022 sampai pada saat berita ini diturunkan, Sertifikat tanah seluas 5 Hektar atas nama Muhammad Syafik itu belum juga diturunkan oleh Kantor Pertanahan Kab. Musi Rawas Utara. Padahal ketentuan standar waktu sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) pembuatan sertifikat tanah perorangan paling lama 98 hari saja.

Berlarut-larutnya perlindungan dan kepastian hukum atas tanah yang wajib diberikan oleh Kantor Pertanahan Kab. Musi Rawas Utara kepada M. Syafik selaku Pemegang hak atas tanah yang sudah dikuasainya secara turun temurun, terus menerus, selama berpuluh tahun, secara terbuka, dan tidak pernah diperjual belikan kepada siapapun itu, telah menimbulkan dampak pada nasib M. Syafik saat ini yang sangat memiriskan, terancam terkena kriminalisasi!!. Sedangkan PT AMR yang telah nyata senyata-nyatanya melakukan perbuatan penggusuran tanah kebun Karet milik M. Syafik, tak tersentuh tindakan hukum sedikitpun. Sungguh tragis!!. (Red)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author